Posted by: afromadhoni | December 2, 2008

Ada Loedhroek di Sabuga

Dalam rangka memperingati usia peraknya di kampus Ganesha, UKM loedhroek mengadakan serangkaian acara mulai dari pagi sampai malam hari minggu kemarin. Pagi hari sampai sore ada festival kuliner Jawa Timur di sekitar gerbang utama. Berlokasi di dekat Aula Timur, beberapa stand yang menyediakan aneka kuliner khas Jawa Timur disajikan mulai dari Rujak Cingur, Pecel, Rawon, Tahu Campur, Tahu Thek, dan lain – lain. Tahu ada acara seperti itu pagi harinya saya sengaja tidak makan dulu di kos, berharap bisa mengembat banyak macam makanan di sana. Soalnya saya kira itu semua akan disajikan secara cuma-cuma, alias gratisan. hehe… lha ternyata koq bayar??? Yah.. apa boleh buat, akhirnya saya harus rela mengeluarkan duit dari kantong sendiri. Saat itu saya sebenarnya ingin memesan tahu campur, tapi si mbak pejual koq lama banget melayaninya. Mana ada yang habis lagi. Akhirnya saya memesan rawon yang membuatnya lebih cepat, nggak perlu ngiris macem-macem.

Meski agak mahalan, cukup senang juga bisa merasakan hidangan dari kampung halaman. Lha kalo bukan saat itu, kapan lagi? untuk satu piring rawon yang saya pesan itu, harganya 9ribu perak. Mahal’kah? ya jelas lah. Padahal kalo emak membelikan untuk saya bila lagi pulkam cuma 3ribu, itu pun dengan porsi yang lebih banyak dengan yang tadi (weleh-weleh… kalo pengen murah ya beli di rumah sono!!! pulang dulu naik kereta… :D). Agendanya festival ini berakhir jam empat sore. Tapi saya tidak mengikutinya hingga habis. Soalnya selain kuliner kayaknya tidak ada lagi yang menarik menurut saya. Hanya di bagian awal saja saya menyaksikan atraksi kesenian dari madura dan disertai dengan tarian yang namanya apa saya juga tidak tahu (huuu… payah).

Habis maghrib.

kayaknya ini yang paling seru. Sebagai acara pamungkas, ada maen gedhe a.k.a pertunjukan Ludruk di Sabuga. Kalo acara ini sebenarnya cukup sering diadakan di kampus. Cuma untuk kali ini agak lain dari biasanya. Kalo biasanya diadakan di Aula dan cukup membayar 2ribu-an, kali ini acara diselenggarakan di Sabuga dengan tiket seharga 4900. Kalau biasanya yang main anak-anak situ sendiri, waktu itu yang jadi pemera adalah para alumni yang sebagian adalah perintis unit itu sendiri di kampus. Wew…

Rupanya yang ingin menyaksikan acara ini sangat banyak. Buktinya pukul 19 saya sampai di sana, tempat duduk utama sudah penuh hingga akhirnya saya mengambil tempat gelaran bersama teman-teman sejurusan yang pada ikutan nonton juga.

Dibuka oleh bapak rektor, acara dimulai dengan penampilan dari anak-anak Loedhroek sendiri. Yang ini tidak begitu lama. Cerita yang dibawakan semacam parodi kampanye partai menjelang pemilu. Wong namanya saja lawak, pastinya yang dikampanyekan juga nggak serius. Banyak plesetan di sana-sini. Cuma yang bikin saya tertawa, karena benar-benar kreatif (menurut saya) adalah peran orang madura yang memperkenalkan Partai Karapan Sapi. Lucu abis dah, kalo liat logo yang diperlihatkan. Hihi…. Meskipun saya tetap berprasangka baik pada mereka bahwa semua itu tidak ada nilai penghinaan sama sekali bagi pihak yang bersangkutan. Hihi….

Habis itu baru cerita utama. Ini yang main para alumni. Bercerita tentang konsep negara republik yang dianut negeri ini. Meski dikemas dalam hiburan humor, namun ludruk biasa membawakan kontain yang  cukup berbobot. Pesan yang disampaikan kadang cukup berisi, seperti tadi malam. Yang saya tangkap  dari cerita yang dibawakan itu,  ternyata bentuk Republik yang dianut oleh negara kita sebenarnya tidak lepas dari campur tangan pemerintah kolonial Belanda.

Dulu, saat menjajah negeri ini, Belanda membentuk VOC yang bertujuan untuk memonopoli perdagangan. Nah, VOC sendiri dipimpin oleh seorang gubernur jenderal. Si Gubernur Jenderal tersebut tidak menjabat untuk kurun waktu yang lama, hanya 5 tahun. Artinya, setelah 5 tahun berkuasa, sang gubernur jenderal akan dicopot dan diganti oleh yang baru. Tujuan hal tersebut tidak lain adalah agar si gubernur jenderal tidak bisa (tidak sempat) membangun suatu kekuasaan yang benar-benar kuat karena masa jabatan yang singkat tersebut.

Nah, hal itu lah yang coba pemerintah Belanda cekokkan pada nusantara. Dengan menganut bentuk republik, salah satu konsekuensinya adalah tiap 5 tahun sang kepala negara sudah harus lengser. Akibat dari sistem ini, seperti  yang diceritakan  dalam pertunjukan tersebut,  adalah  pemimpin  di  negara republik tidak akan bisa membangun kekuasaan yang benar-benar kuat. Kecuali bila mereka dapat mempertahankan kekuasaannya untuk waktu yang cukup lama, sebagaimana yang telah terjadi selama tiga puluh dua tahun di negeri ini.

Kayaknya kalau  diceritakan mendetail  akan butuh waktu lama sekali deh. Lagian saat itu saya juga sempat tertidur sehingga ketinggalan beberapa bagian cerita. Hihi….

Endingnya, habis acara tersebut kami teman-teman sejurusan berpoto ria di selasar  gedung. Biar ada kenang-kenangannya gitu…..

img_1298

– salah satu bagian cerita –

img_13151

– usai pertunjukan di selasar Sabuga –

Posted by: afromadhoni | November 19, 2008

Yang Tercecer dari Kunjungan Nagoya Univ

Kemarin ada presentasi dari Universitas Nagoya bertempat di ruang multimedia Labtek6. Jadwalnya sih mulai jam 9.30. Saya pun berusaha tepat waktu datang ke sana, mengingat yang sudah sering kita dengar salah satu karakter orang Jepang itu sangat menjunjung tinggi budaya on time. Eh, sampai sana tepat jam setengah sepuluh koq ruangan masih sepi. saya coba husnudzon, mungkin panitianya yang terlambat mempersiapkan. Lha… koq jadinya malah prasangka buruk pada bangsa sendiri. Hehe…

sekitar 15 menit menunggu di dalam akhirnya delegasi dari universitas datang juga. Mereka terdiri dari 3 orang cowok dan seorang cewek. Dengan bahasa Inggris yang agak terbata-bata, salah seorang pemateri membuka acara dengan menceritakan sedikit tentang kota Nagoya. Secara sekilas, kota ini merupakan ibukota dari prefectur Aichi dengan populasi terdapat ke-4 di Jepang. Dari levelnya, termasuk kota besar dan salah satu kota industri di negeri sakura. Mau bukti? di kota inilah tempat bermarkasnya salah satu raksasa otomotif dunia, Toyota Motor Corp. Kata si mas itu lagi, pihak universitas memiliki relasi yang kuat dengan perusahaan tersebut. Salah satu buktinya, Salah satu Auditorium yang mereka miliki merupakan hasil kerja sama antara kedua institusi tersebut. Yang lain, Nagoya memiliki stasiun subway yang mencatatkan diri di buku rekor sebagai satsiun tertinggi, sekitar 240-an meter (kapan yach.. Satasiun Gubeng bisa seperti itu? hihi…)Selain itu, di kota ini terdapat beberapa industri perangkat otomasi industri semacam PLC (Kalo yang ini sih bukan dari mas pemateri, melainkan dari salah seorang teman dari Fisika Teknik yang pernah 1 tahun sekelas saat TPB, yang pernah menghabiskan masa sekolah dasar dan menengah di sana mengikuti ortunya yang sedang menyelesaikan s3 di universitas tersebut. Wew… )  Meski tergolong kota Indstri, namun Nagoya masih mampu menjaga keseimbangan alamnya. Di daerah pinggiran kota masih bisa dijumpai area pegunungan dengan suasana yang sejuk dan pemukiman yang sangat asri. Sungai nya juga masih jernih belum tercemar. Ckckckckck…..

Next, presentasi tentang kampus. cukup singkat juga sih. sekitar 15 menit-an si pemateri mempresentasikan sekilas lingkungan kampus. Katanya ada sedikit kemiripan dengan ITB. dari mananya? di dekat kampus terdapat  Kebun Binatang. Hal itu diamini teman saya tadi yang waktu di sana sempat mengunjungi kampus tersebut (Argh… pengeeeennnn….). Lokasi kampus ada 2, Tsurumai dan Daiko. Beberapa fasilitas yang mereka miliki juga dibeberkan kepada kami seperti Nagoya Dome sebagai lapangan Baseball, pusat pendidikan untuk mahasiswa asing, dan beberapa dormitory. Kayaknya untuk urusan mencari tempat tinggal bukan hal yang sulit. Selain dormitory tersebut, terdapat beberapa kontrakan yang tersebar di sekitar kampus dengan harga yang relatif murah. Tentunya bila dibandingkan dengan kota-kota lain di Jepang seperti Tokyo. Beberapa orang profesor di sana sudah pernah mendapatkan Nobel. Wuih… Dan kayaknya yang paling mereka banggakan adalah Laboraturium Material Science yang mereka miliki. Kata teman saya itu lagi, untuk bidang studi ini Nagoya University-lah yang paling unggul di antara universitas lain di Jepang.

Nah, giliran pemutaran video. Ceritanya seputar pengalaman beberapa mahasiswa asing yang sedang menjalani studi di sana. Jangan tanya perasaan mereka bagaimana. Pasti bisa ditebak, dengan segala fasilitas dan kemudahan yang ada mereka merasa enjoy bisa menjalani pendidikan di sana. Yang ditayangkan secara eksklusif adalah profil mahasiswi ITB yang sedang studi di sana. Yang saya ingat dari uraian si cewek itu, salah satu yang membuat ia terkesan adalah kultur di sana. Pernah suatu saat sedang menunggu angkutan umum. Nunggunya tidak lama (tidak seperti di sini, katanya…), akan tetapi terlambat setengah menit saja si angkutan sudah ngeloyor.

Habis itu selanjutnya sesi tanya jawab. Kayaknya ini yang paling lama. padahal di handout hanya 5 menit. Eh… sampai acara bubar pun masih banyak peserta yang mengerubuti keempat mas dan mbak itu dengan berbagai pertanyaan, termasuk saya. Hihi…

Cuma ada hal unik menurut saya (karena baru kali ini pemandangan ini saya jumpai sendiri) terjadi saat sesi tanya jawab. Saat ada peserta mengacungkan jari memberi pertanda ingin bertanya, pemateri yang membawa microphone secara langsung memberikan mic itu kepada penanya, bahkan sambil berjalan tergesa-gesa. Tidak jarang mereka membawakan buku panduan mereka kepada penanya sambil menunjukkan bagian yang ada sebagai jawaban. Ini yang membuat saya cukup kagum. Begitu tinggi penghormatan yang mereka berikan saat memberikan pelayanan. Tidak jauh berbeda dengan cerita yang pernah saya baca dari situs beritaiptek tentang pengalaman seorang peneliti indonesia saat kuliah di sana.

Entah dalam rangaka apa koq saya lihat akhir-akhir ini di kampus banyak kedatangan tamu perguruan tinggi asing untuk presentasi. Beberapa hari sebelum ini, pernah ada presentasi dari Tokyo Institute of Technology. Baru beberapa hari pengumuman saja tempat sudah terbooking habis. Habis itu ada lagi, kalo nggak salah dari Taiwan. Setelah itu giliran perguruan tinggi dari Perancis yang menyerbu kampus. Klo yang ini kayaknya bukan yang pertama kali datang. Sudah beberapa kali mereka mengunjungi ITB. Hmmm…. kira – kira dari mana lagi ya yang akan berkunjung?

Posted by: afromadhoni | November 11, 2008

5th trip to Tangkuban: a Spontaneous Trip

“Teman – teman, jangan lupa ya. Hari minggu besok. Jam 6 pagi kumpul di Divkom”

Sperti itu kira-kira kata seorang di antara kami usai bermain Futsal hari jumat jelang tengah malam di lapangan YPKP, 3 minggu yang lalu. Saat itu, kami yang tergabung di bawah bendera Divisi Komputer a.k.a Divkom HME menantang 2 divisi lain yang ada di himpunan. Argh… cukup lama nggak bermain futsal ternyata kemampuan saya cukup jauh menurun (padahal sebelumnya juga nggak bagus-bagus amat. hehe…)

Eits, tapi bukan di situ letak ceritanya. Sehari sebelumnya kami mengadakan rapat rutin pekanan para kru. Salah satu yang dibahas adalah acara jalan – jalan kru dalam rangka menyambut acara wisudaan bulan oktober, tepatnya seminggu sebelum wisudaan. Kebetulan juga beberapa kru angkatan yang lebih atas ada yang diwisuda. Dari pertemuan tersebut akhirnya kami sepakat akan pergi ke Curug Cimahi. Biar berangkat nggak kesiangan, diputuskan jam 6 pagi kumpul di himpunan dan maksimal jam 7 harus sudah berangkat.

Hari minggu pagi.
Persiapan matang sudah saya siapkan. Kamera Digital saya bawa dengan baterai yang sudah dicharge penuh semalam. Sesuai dengan schedule semula, jam 6 sampai di depan himpunan. Di dalam, si ketua divisi sudah stand by di depan komputer. Secara memang biasa bermalam di sana. Saya tanya dia pada ke mana kru yang lain, dia jawab belum datang. Saya tanya salah seorang di antaranya, ternyata masih mandi. Argh… rupanya budaya ngaret di negeri ini sudah cukup akut ya… hihihi… sorry, no offenses ^_^

Akhirnya saya makan dulu. 30 menit kemudian kembali. OK, beberapa di antaranya sudah datang. Cuma mereka adalah kru lama, kecuali saya (hehe..). 1-2 jam ngendon di himpunan sambil sekali-kali browsing dan main game ternyata sudah banyak yang datang. Tapi sayangnya, sebagian besar malah kru lama. Akhirnya kami bersiap berangkat. Ternyata, entah kenapa, banyak yang mengurungkan niatnya dengan berbagai alasan. Ada acara lain, nggak ada motorlah, dan sudah kesianganlah. Yah… Kecewalah awak T_T. Rupanya ada 2 orang lagi yang memiliki persamaan nasib dengan saya. Merasa sama-sama jadi “kelompok sakit hati”, kami bertiga memutuskan bepergian sendiri. Berbagai alternatif tempat dicari, karena tujuan semula ke Curug Cimahi di antara kami bertiga belum ada yang tahu. Akhirnya kami sepakat ke Tangkuban Perahu.

Sekitar satu jam perjalanan dengan 3 kali naik angkot akhirnya sampai di pintu masuk. Awalnya sopir angkot menawarkan tumpangan sampai kawah. Cuma kami menolaknya. Alasannya jelas, budget otomatis nambah. Untuk sampai ke lembah, dari pintu masuk mesti ditempuh dalam beberapa kilometer dengan rute menanjak. Kami putuskan jalan kaki. Berapa lamanya? lumayan sich, 1,5 jam-an. Dapat 1 kilometer rasa capek sudah menghinggapi kami dan beberapa kali harus melewati shortcut untuk memperpendek rute. Untngnya “bala bantuan” datang. Beberapa orang bapak-bapak, kalau tidak salah petugas kebersihan, yang sedang mengendarai mobil bak menawarkan tumpangan sampai parkir bagian bawah. Alhamdulillah…

Kurang lebih 2 jam-an kami menikmati suasana di atas kawah. Kawasan ini sebenarnya terdiri dari beberapa kawah. Kalau tidak salah ada 3. Kalau dilihat dari pos informasi, kawah yang paling besar berada sisi utara pos. Sedangkan bagian selatan terhampar pemandangan  yang tak kalah eloknya yang beberapa bagiannya merupakan hutan dan perkebunan teh.

Well, bagi saya sendiri, perjalanan kali ini merupakan yang ke-5 kalinya. Terakhir saya ke sini awal tingkat dua, saat diajak beberapa orang senior. Saat itu rutenya lebih panjang dan lebih mengasyikkan. Di samping jumlahnya cukup banyak, jalan yang dilewati bermacam-macam. Start dari Jaya Giri yang masuk wilayah Parongpong, sampai puncak 4 jam kemudian (sedikit OOT, tempat yang disebut terakhir dikenal dengan beraneka macam bunga. Pernah suatu saat untuk satu keperluan, saya melewati kawasan tersebut. Dan memang benar, beberapa kilo jalan, kiri-kanan adalah beraneka macam bunga yang indah yang sebagian besar memang dijual). Sebelum sampai kawah, saat itu, saya berkesempatan melewati stasiun penelitian petir yang didirikan salah seorang Dosen saya. Dan mungkin ini satu-satunya di Indonesia. Mengapa didirikan di sana? katanya Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah petir terbanyak di dunia. Dan kawasan Bandung dan Bogor merupakan yang paling tinggi jumlahnya. Ow…

Meskipun sudah beberapa kali tapi saya sendiri koq tidak pernah merasa bosan. Barangkali karena suasana di sana benar-banar bisa menghilangkan rasa jenuh karena rutinitas sehari-hari. Memang Bandung dikenal banyak menawarkan tempat-tempat menarik untuk dikunjungi, terutama untuk refreshing. Mulai dari yang dekat kampus sampai yang agak jauhan. Mulai dari yang sudah populer sampai ke penjuru negeri sampai yang belum begitu dikenal. Mungkin karena itulah mengapa saya koq merasa tidak ingin cepat-cepat lulus dulu (Walah… kalau yang ini agaknya cuma alasan yang dicari-cari. Hahaha…. )

img_1206 – di atas mobil bak –

img_1226 -di atas kawah (from left to right: me, farhan, fahmi)-

Posted by: afromadhoni | November 4, 2008

Ternyata Kita Juga Bisa

Herman terkejut, beberapa email yang ia terima dari koleganya isinya sama dan datang pada waktu yang hampir bersamaan. Mereka adalah Kuniyoshi Komatsu (Japan Atomic Research) dan Erick Magnussen (Kepala IAEA Cabang Tokyo). Isinya sama, intinya mereka memberitahu Herman bahwa beberapa saat yang lalu Pyong Yang kembali berulah. Mereka berhasil meluncurkan Rudal sebagai bagian dari program pengembangan Nuklir Korea Utara. Rudal tersebut jatuh di perairan Jepang. Sontak Peristiwa tersebut membuat mata dunia tertuju pada semenanjung korea tersebut, terutama Amerika dan IAEA. Dikhawatirkan peristiwa tersebut kembali memancing perang dingin antara negara-negara kapitalis pimpinan AS dengan negara-negara komunis. Untuk itulah Herman dipanggil. Dia diutus atasannya untuk terbang ke Pyong Yang sebagai staf dari IAEA untuk melakukan inspeksi di fasilitas Pengembangan nuklir Korea Utara. Selain itu Herman juga diminta memeriksa apakah rudal mengandung hulu ledak nuklir atau tidak dengan memeriksa kadar radiasi di tempat jatuhnya Rudal.

Ternyata Perjalanan Herman tidak sesederhana itu, sebagai Sefeguard di reaktor nuklir Pyong Yang. Selama melaksanakan tugas di sana, herman ternyata dibuntuti seorang intel anak buah Jendral Pyong – Yang, Kim Song Gi. Rupanya Kim Song Gi mempunyai kepentingan terkait kedatangan Herman. Posisi Herman sebagai utusan IAEA berpotensi untuk memudahkan jalan Kim Song Gi dalam mendukung proyek pengembangan nuklir yang dikepalai jendral atasannya. Tepatnya, Kim Song Gi ditugasi atasannya untuk mencari sumber pasokan uranium lewat perdagangan felap di kawasan Asia Selatan dan Timur Tengah. Hal itu dilakukan sebagai jalan pintas bagi Pyong Yang untuk memuluskan programnya mengingat mereka sebenarnya tidak punya cukup biaya untuk proyek sebesar itu.
Masalah semakin pelik tatkala Amerika ikut terlibat langsung dalam konflik ini. Bob, seorang agen CIA yang ditugaskan sebagai penyusup ke Korut dengan menyamar sebagai staf IAEA tertangkap oleh Kim Song Gi dan menjadikannya sebagai Sandra. Sebagai tebusan, Kim meminta 50 Kilogram Uranium dan yang membawanya harus Herman, tidak boleh orang lain. Pihak penculik berdalih meminta Herman karena tidak ingin berurusan langsung dengan orang Amerika, mereka sudah muak. Akhirnya dengan mengatur berbagai rencana yang sudah dipersiapkan, Herman berangkat ditemani salah satunya oleh Prof. Rukayadi. Koleganya yang berprofesi sebagai Pengajar dan peneliti Bioteknologi di Universitas Seoul, Korea Selatan. Bidang keahlian yang dimiliki oleh Rukayadi inilah yang banyak membantu operasi pembebasan Sandera tersebut.

***

Cerita yang ditulis oleh Mang Jamal tersebut memiliki keunikan tersendiri. Meski kisah yang diangkatnya adalah fiksi, namun tokoh yang ada dalam cerita tersebut benar-benar ada. Herman memang ada. Namanya Suhermanto Duliman, Master bidang Fisika Kuantum dari Tokyo University yang kini bekerja sebagai Nuclear Safeguard Inspector International Atomic Energy Agency (IAEA) yang berpusat di Ibukota Austria, Wina. Sesuatu yang seharusnya menjadi kebanggan negeri ini. Memang dalam beberapa hal, terutama teknologi, kita banyak tertinggal dengan negara-negara lain. Akan tetapi beberapa di antara anak negeri ini ternyata ada yang mampu memainkan peran dalam percaturan teknologi dunia, terlebih di bidang yang saat ini menjadi kontroversi di beberapa negara dunia, Nuklir. Entah kenapa prestasi seperti ini nyaris tidak pernah kita dengar dari media tanah air kita. Seakan tenggelam oleh hingar-bingarnya kondisi perpolitikan, Gosip – gosip artis papan atas, dan tayangan tidak bermutu yang lain.

Selain itu Mang Jamal juga memiliki referensi yang cukup tentang Dunia Nuklir, konflik Ideologi yang meletarbelakangi pengembangan nuklir oleh beberapa negara dunia, dan dunia Intelejen sehingga cerita yang dihasilkan dapat menggambarkan dengan cukup jelas konflik yang disuguhkan. Suatu nilai khusus bagi penulis yang latar belakangnya bukan dari bidang Nuklir (FYI, penulis masih satu almamater dengan saya. cie… cie… gE-Er  😛 tepatnya di jurusan yang letaknya di seberang Timur Gerbang Utama kampus, FSRD. Lulus tahun 1994). Kebanggan lain dari penulis barangkali adalah pihak yang memberi testimoni di bukunya. Herman, sang pemeran utama dalam cerita, dan Menristek Pak Kusmayanto Kadiman ikut memberikan pujian dalam testimoninya.

Kekurangan dari cerita ini barangkali dari sisi konflik yang dihadirkan masih relatif sederhana untuk tema seperti ini. Mestinya cerita ini akan menjadi lebih menarik bila Mang Jamal dapat mengoptimalkan beberapa sisi dalam cerita yang memang sangat potensial untuk dieksplor lagi menjadi lebih seru.

Akhir cerita, Bob berhasil diselamatkan oleh Herman dan Prof Rukayadi dengan dibantu operasi Angkatan perang AS di bawah komando Navy Seal. Lewat pertempuran terbuka pada malam hari sandera dibebaskan, meskipun pasukan KimSong Gi tidak berhasil dikalahkan. Dan sapaan Kim Song Gi yang dalam bahasa Korea berarti Comrade inilah yang dipakai sebagai sebagai judul dalam novel ini : Dong Mu dsc00017

– Lagi belajar bikin resensi –

Posted by: afromadhoni | October 30, 2008

Who’s next?

Kepengurusan MSTEI 2007/2008 akan segera berakhir, kurang lebih tinggal 2 pekan lagi terhitung dari dipostingnya tulisan ini. Artinya, sebentar lagi akan terjadi pergantian kepengurusan yang akan menahkodai Lembaga baru berumur 2 tahun ini untuk satu tahun ke depan. Para pengurus yang lama (saya termasuk) beberapa pekan terakhir mengadakan pertemuan untuk menentukan siapa saja yang akan masuk ke dalam jajaran pengurus inti. Di antara mereka dimunculkan 4 orang figur sebagai kandidat ketua umum.

Kemarin sore, kurang lebih jam 16.30 dilaksanakan Hearing (dengar pendapat) keempat calon tersebut. Acara yang dilaksanakan di selasar Labtek V a.k.a Selasar dingdong itu bertujuan untuk mengenalkan kandidat ketua umum kepada masyarakat Fakultas. Selain itu, di dalam forum ini mereka bisa memaparkan apa yang akan dilakukan selama satu periode kepengurusan mendatang dan berdiskusi dengan para hadirin.

Beberapa visi misi dan analisis diutarakan oleh keempat kandidat. Ada yang berpendapat seorang ketua mesti mempunyai 3 bashirah (persisnya apa lupa, haha… ketahuan kalo nggak menyimak dengan baik :D), ada yang ingin menjadikan MSTEI sebagai prototype lembaga dakwah fakultas di ITB. Kalau saya sendiri berharap kepengurusan mendatang lebih bisa dirasakan keberadaannya di tengah lingkungan STEI, terutama dari kiprah para anggotanya. Mampu menjadi rumah yang nyaman bagi siapa saja yang ingin mengenal dan belajar Islam. Mengapa? menurut saya hal itu yang menjadi kekurangan pada 2 kepengurusan awal, meskipun hal itu masih dalam koridor bisa ditolelir karena Lembaga dan orang-orangnya masih baru.

Jadi ingat awal keterlibatan aktivitas saya di sini. Saat itu, sekitar 2 tahun yang lalu ketika sedang duduk-duduk di samping kantin Salman dengan seorang teman, ada yang datang dan memberi tahu kalau di GSG sedang ada pertemuan pengurus 2 LDPS Elektro dan Informatika untuk membahas kemungkinan meleburnya 2 lembaga tersebut menjadi sebuah LDF sebagai antisipasi kebujakan baru ITB yang menata ulang pengelompokan fakultas dan sekolah. Ternyata mereka sepakat untuk meleburkan  2 LDPS menjad senuah LDF. Ketua umum dipilih, setelah itu giliran pengrus inti yang dicari. Saya yang beberapa kali sempat diundang di pertemuan sebelumnya termasuk ke dalam “daftar incaran” ketua yang baru. Merasa tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menolak, akhirnya saya menjadi kepala di salah satu Divisi yang ada. Itu di tahun pertama. Di tahun ke dua saya dipindah menjadi staf di divisi yang lain. Akhirnya lega juga bisa “turun kasta”, secara masih terlalu banyak figur yang lebih berkompeten dari saya untuk mengepalai divisi yang saya pegang sebelumnya.

Yah… siapapun yang diserahi amanah sebagai ketua umum yang baru, saya berharap semoga bisa menjalankan amanah itu dengan baik. Tidak lupa juga berdo’a semoga selau diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu Wata’ala.

Oh ya… lupa ding memperkenalakan keempat calon tersebut. They are:
1. Wahyu fahmi Wisudawan (Informatika 2006)

2. Azwar Tamim (Informatika 2006)

3. Fuad Fajri (Elektro 2006)

4. Helmy Muslim (Elektro 2006)

Suasana Hearing (Dari kiri-kanan: Fahmi (Ka saat ini), Azwar, Fuad, Wahyu, Helmy)

Posted by: afromadhoni | September 10, 2008

Masih Banyak yang Harus Disyukuri

Adalah desa Melati, Alang, dan Supe. 3 Tempat di pesisir Pulau Seram, Kepulauan Maluku tersebut merupakan 3 dari kurang lebih 34 ribu desa di negeri ini yang belum pernah merasakan enaknya fasilitas negara untuk orang banyak yang bernama listrik. Untuk bisa mengakses ke sana tidak bisa dilakukan di sembarang waktu. Kabarnya tiap 6 bulan sekali saja ombak di pesisir ketiga tempat tersebut cukup bersahabat bagi siapa saja yang akan nerkunjung ke sana. Layaknya tempat yang belum terlistriki, desa-desa tersebut boleh dibilang jauh dari peradaban. Sebagian dari penduduk desa tersebut ada yang merasa pesimis berapa tahun lagi listrik bisa merambah ke tempat mereka. Selain itu bahkan ada yang merngatakan sampai negeri ini bubar pun desa mereka tidak akan pernah terlistriki.

Tahu dari mana semua itu? yang pasti saya belum pernah melihat langsung ke sana. hehe… Setidaknya itulah yang disampaikan oleh Ibu Tri Mumpuni dalam presentasinya yang bertajuk “Inilah Jalanku” di acara Sekolah Indonesia Muda angkatan pertama yang diselenggarakan Himpunan saya, kurang lebih 2 semester yang lalu. Beliau sendiri merupakan salah satu aktivis LSM yang beberapa kali mendapat penghargaan dari beberapa media/surat kabar di negeri ini atas dedikasi dan sumbangsihnya yang begitu tinggi terhadap sebagian masyarakat terpencil di republik ini. Sudah banyak sekali daerah-daerah pelosok di Indonesia yang beliau kunjungi untuk kegiatan kemanusiaan tersebut. Mulai dari ujung barat sampai timur. Kalau tidak salah beliau pernah muncul di salah satu televisi swasta menjelaskan usaha yang sedang dilakukannya, pengembangan pembangkit skala mikrohidro untuk masasyarakat desa tertinggal. Luar biasa, padahal background pendidikan formalnya jauh sangkut pautnya dengan dunia kelistrikan.

Tema yang dibawakan oleh beliau mestinya cukup bisa menyadarkan kembali untuk apa sebenarnya eksistensi kita yang saat ini duduk di bangku kuliah di perguruan tinggi yang konon merupakan salah satu yang terbaik di negeri ini. Buat apa sekolah tinggi-tinggi dan bertitel Engineer kalau tidak bisa mendharmabaktikan ilmu yang sudah diperoleh untuk orang banyak, apalagi kalau bisanya cuma bisa menjadi beban negara yang semakin lama semakin berat. Selain itu dari cerita tersebut setidaknya menyisakan beberapa hal yang bisa diambil pelajaran.

Pertama, cerita tentang tiga desa tersebut menunjukkan salah satu efek pola pembangunan yang sentralistik yang dilakukan selama beberapa puluh tahun. Bahkan tidak jarang kondisi seperti ini juga ditemui di daerah-daerah yang mempunyai potensi alam yang luar biasa banyaknya. Ironis sekali. Padahal merekalah yang mestinya memiliki tingkat kesejahteraan yang relatif lebih tinggi. Sedangkan di saat yang sama, distribusi energi yang hanya terkonsentrasi pada sebagian kecil wilayah di negeri ini ternyata juga masih menyisakan masalah yang lain. Salah satunya adalah fenomena pemadaman bergilir yang belakangan pernah marak dilakukan di kota-kota besar sebagai usaha untuk mngurangi beban yang dirasa berlebih.

Dan ini yang menurut saya lebih penting. Kisah 3 desa tersebut semestinya membawa kita pada satu hal bahwa masih banyak sebenarnya yang harus disyukuri. Dibanding mereka-mereka itu, kita yang berada di sini sebenarnya berada dalam kondisi yang jauh lebih baik, jauh lebih enak. Kalau saya menyarankan, sebaiknya meraka-mereka yang pikiran dan hatinya sudah tergerus rasa serakah, merasa serba kurang padahal sudah sangat berkecukupan itu perlu dibawa ke tempat seperti Melati, Alang dan Supe itu. Supaya bisa memberikan semacam shock teraphy betapa busuk dan picik hati mereka itu.

Posted by: afromadhoni | September 2, 2008

Ramadhan Hadir Kembali

Posted by: afromadhoni | August 28, 2008

Telurnya Pecah

Hore…

Kurang lebih satu mingguan nggak posting akhirnya hari ini telurnya pecah :P. Padahal asumsi dulu setelah KP dan daftar ulang semester baru kelar akan ada banyak waktu untuk kegiatan yang satu ini. Eh ternyata dugaan itu meleset. Ternyata saya bukan seorang Planner yang jempolan. Hehe… Nggak papa ‘kan, toh namanya juga hanya sebuah corat-coret (halah… ngeles lagi..)

Hm… Hampir 7 bulan tidak menginjakkan kaki di Gresik membuat rasa rindu akan kampung halaman semakin menjadi-jadi. Alhamdulillah rasa itu bisa terobati.

Habis acara family gathering di carita, keesokan harinya ingin segera balik ke Bandung. Cuma entah kenapa, koq saya kayak mendapat ‘bisikan’dari mana gitu, yang mengatakan jangan buru-buru balik. kayak ada sesuatu yang ketinggalan… apaan yah.. Oh… saya ingat kalo kapan hari saya pernah memiliki keinginan ingin tahu semua rute dari bus transJakarta. Saat itu masih ada 2 koridor lagi yang belum saya lewati. Koq kayak kurang kerjaan gitu ya. Tapi bukan Donny namanya kalau nggak begitu. hehe… Lagian nggak ada salahnya ‘kan. Kalau nggak saat itu kapan lagi! belum tentu juga setelah itu saya bisa datang lagi ke Ibukota, terlebih lagi dalam waktu dekat. Malahan awal-awal masa kP saya berencana mengunjungi tempat-tempat menarik di Jakarta kayak Ancol, TMII, Senayan (yang ini kesampaian meski cuma lewat doank ^_^), dan lain-lain. Tapi ya gitu, agaknya dugaan pribadi kalau saya bukan seorang perencana yang baik banyak benarnya. Memang itulah jadinya kalau seorang mahasiswa kere memiliki kemauan yang macem-macem 😀

Puas keliling dari Kampung Melayu, Kampung Rambutan, Stasiun Kota, dan Ancol (yang ini juga lewat doank, nggak masuk :-)) sorenya lansung bertolak ke Gambir. Kirain karena hari senin yang bukan weekend, saya akan dengan mudah memperoleh kereta kelas bisnis. Eh… sampai sana di kaca loket tertulis “tempat duduk habis”. Argh… jadi sebel. Mau nekad beli tiket tanpa kursi a.k.a berdiri saya sendiri males, secara saat itu membawa barang bawaan yang lumayan banyak. Dengan berat hati akhirnya saya beli tiket kelas eksekutif dengan harga 2 kali lipat dan nunggu  hampir 2 jam di dalam stasiun T_T. 3 hari di Bandung ngurus daftar ulang, saya langsung meluncur pulkam. Hore… mak, aku pulang mak!!! 😛

Trus ngapain saja di rumah? tadinya ingin menyelesaikan laporan KP yang tinggal sedikit lagi. Tapi dasar saya yang memang salah satu tipikal orang yang jarang konkret, laporan itu cuma tersimpan rapi di dalam laptop nggak diapa-apain. Hihi… Selain itu ada acara kumpul teman SMA dulu. Kayaknya ini yang paling menyenangkan. Berbagi cerita di dunia mereka masing-masing lumayan bisa menginspirasi saya untuk bisa berbuat yang lebih baik lagi di masa kuliah mendatang. Tapi ya gitu, kalau hal itu dianalogikan sebagai fungsi time-domain kayak sifat eksponensial dengan gradien negatif. Semangatnya cuma di awal-awal doank. Habis itu..???? hehe.. ngerti sendiri lah…

Satu lagi yang jadi rencana saya ngisi liburan di rumah, Bloging. Hasrat itu ada karena di kasih tahu kalau di Gresik sekarang sudah ada tempat yang terpasang hotspot. Weh.. jadi penasaran pengen nyobain. Benar juga, aksesnya lumayan cepet nggak jauh beda sama yang di kampus. Cuma menurut saya penyedia layanan itu masih belum totally menfasilitasi hal ini. Tempatnya belum terkondisikan dengan baik. Jadinya saya agak risih juga kalo sendirian berselancar di dunia maya di tengah orang lalu-lalang dan orang jualan. Ahirnya nggak jadi dech nge-blognya (kalo yang ini kayaknya cuma nyari alasan saja, bilang saja pikiran lagi seret napa sih.. :D).

Well, Meski tak lebih dari 10 hari liburan di rumah cukup bisa mengembalikan energi positif dalam menghadapi semester baru. Terlalu singkat-kah? tergantung juga sih. Kalo orang – orang di rumah mengatakan begitu. Kata mereka saya ini anak yang tidak betah untuk berlama-lama di rumah dan ingin segera kembali ke kampus. Mentang-mentang jadi anak Bandung gitu… Padahal kata teman-teman di kampus saya ini termsuk anak yang rajin pulang. Pulang lebih awal dan balik paling akhir :P. Bahkan salah seoarang teman yang sudah saya kenal dengan baik sejak tingkat pertama sering meledek saya saat masa-masa libur mau datang, ngingetin untuk segera pesan tiket. hihi.. Sebenarnya saya pribadi ingin mengisi sebagian masa liburan di kampus, mengingat saat – saat kayak gitu kemahasiswaan lagi rame-ramenya. Salah satunya yang kemaren angkatan saya lagi giat-giatnya menyelesaikan project instalasi pembangkit listrik skala pikohidro di daerah Garut. Mendengar cerita teman-teman yang terlibat di sana selama beberapa bulan membuat saya kadang merasa ngiri. Rasanya ada semacam rasa bangga, haru, dan senang yang amat sangat saat menyaksikan sumbangsih kita benar-benar bermanfaat bagi masyarakat yang memang membutuhkan.  Menyaksikan raut wajah penuh suka cita dari anak-anak kecil, kakek-nenek, dan ibu-ibu yang menggendong bayi saat pertama kali melihat seberkas cahaya untuk pertama kali di kampung mereka membuat diri ini semakin sadar ternyata masih terlalu banyak nasib beruntung yang saya alami hari ini yang seharusnya disyukuri. Satu hal yang sering terlupa karena tercekoki sifat masih merasa kurang dengan apa yang sudah dimiliki saat ini.  Cuma sayangnya saya sendiri tidak dapat merasakan secara langsung semua itu, ya kar’na pulkam tadi. Tapi toh menurut saya itu bukan suatu keputusan yang salah. Bagaimanapun orang tua masih memiliki hak pada kita yang mesti kita tunaikan.

Posted by: afromadhoni | August 16, 2008

Very Inspiring: Lelaki Akhirat

” Kalau butir-butir kurma ini harus kutelan semua baru maju berperang… oh betapa jauh sungguh jarak antara aku dengan surga.”

Itulah ungkapan seorang sahabat ketika mendengar Rasulullah saw. bersabda menjelang berkecamuknya perang Badar: ” Majulah kalian semua menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi.”
Kecermelangan sahabat-sahabat Rasulullah saw., serta semua manusia Muslim agung yang pernah memenuhi lembaran sejarah kejayaan umat ini, sesungguhnya difaktori salah satunya oleh “hadirnya” akhirat dan semua makna yang terkait dengan kata ini dalam benak mereka setiap saat.
Lukisan kenikmatan surga meringankan semua beban kehidupan duniawi dalam diri mereka. Lukisan kenikmatan surga meringankan langkah kaki mereka menyusuri napak tilas perjuangan yang penuh onak dan duri. Tak ada duri yang sanggup menghentikan langkah mereka. Sebab duri itu justru memberinya kenikmatan jiwa saat jiwa duniawinya sedang bermandikan sungai surga. Lukisan kenikmatan surga melahirkan semua kehendak dan kekuatan yang terpendam dalam dasar kepribadiannya. Tak ada kehendak akan kebaikan yang tak menjelma jadi realita. Tak ada tenaga raga yang tersisa dalam dirinya, semua larut dalam arus karya dan amal.
Lukisan kedahsyatan neraka memburamkan semua keindahan syahwati dalam pandangan hatinya. Lukisan kedahsyatan neraka mematikan semua kecenderungan pada kejahatan. Sebab kejahatan itu sendiri telah berubah menjadi neraka dalam jiwanya, saat sebelah kakinya telah terjerembab ke dalam neraka dengan satu kejahatan, dan kaki yang satu akan menyusul dengan kejahatan kedua. Lukisan kedahsyatan neraka menghilangkan semua rasa kehilangan, kepahitan dan penyesalan dalam dirinya saat ia mencampakkan kenikmatan syahwati.
Lukisan surga dan neraka memberi mereka kesadaran yang teramat dalam akan waktu. Makna kehidupan menjadi begitu sakral, suci, dan agung ketika ia diletakkan dalam bingkai kesadaran akan keabadian. Kaki mereka menapak di bumi, tapi jiwa mereka mengembara di langit keabadian. Dari telaga keimanan ini mereka meneguk semua kekuatan jiwa untuk dapat mengalahkan hari-hari. Seperti apakah kenikmatan yang bisa diberikan syahwat duniawi kepadamu, jika engkau letakkan dalam neraka jiwamu. Sepeti apa pulakah kepahitan yang dapat diberikan penderitaan duniawi kepadamu, jika ia engkau simpan dalam surga jiwamu.
Lukisan surga dan neraka yang memenuhi lembaran surat-surat Makkiyah, terkadang dipapatkan Allah swt. dengan gaya ilmiah yang begitu logis. Sama seperti ia terkadang melukiskannya dengan gaya deskripsi, begitu sastrawi dan menyeni, seindah-indahnya atau semengeri-ngerikannya. Lukisan pertama menyentuh instrumen akal dan melahirkan ‘ al-yaqin ‘ akan kebenaran hari kebangkitan (akhirat). Lukisan kedua menyentuh hati dan selanjutnya diharapkan melahirkan ‘ khaufan wa thama’an ‘.
Begitulah al-iman bil yaumil akhir itu menjadi telaga tempat kita meneguk semua kekuatan jiwa untuk berkarya. Begitulah al-iman bil-yaumil akhir itu menjadi mesin yang setiap saat ‘ memproduksi ‘ watak-watak baru yang positif dan islami dalam struktur kepribadian kita.
Untuk  ‘ memfungsikan ‘ keimanan ini seperti ini, kita harus ‘ menghadirkan ‘ maknanya setiap saat dalam benak dan hati kita. Sebab “… dari makna-makna kubur inilah akan lahir akal yang kuat dan tegar bagi sang kehendak “, kata Musthafa Shidiq Ar-Rafi’i.

Taken From: Arsitek Peradaban (Anis Matta)

Posted by: afromadhoni | August 16, 2008

My Happy Ending

Weits… ini nggak ada sangkut putnya sama sekali dengan lagunya Avril itu.

Setidaknya itulah yang terjadi di akhir masa KP saya. Boleh dibilang, 2 bulan terakhir merupakan bulan Jalan-jalan bagi saya :P. Banyak tempat-tempat baru yang saya kunjungi. Sabtu lalu, saya diajak kantor ikut Jalan-jalan ke Pantai Carita di daerah Anyer, ujung sebelah barat pulau Jawa. Wah… baik sekali ya kantor tempat saya KP. Hanya untuk acara perpisahan saya saja harus mengadakan acara beginian. hehe… ya jelas nggak lah, secara memang agenda ini sudah dirancang jauh-jauh hari. Lha koq kebetulan waktu yang ditentukan bertepatan dengan saat saya KP di sana, hari terakhir pula. Jadi dech, ikutan ketiban rejeki 😀
Acara ini berajuk Family Gathering. Dari namanya jelas yang ikut nggak hanya karyawan sana doank, melainkan juga ngajak seluruh anggota keluarga,  at least yang sudah punya pendamping. Dari direktur, engineer sampai yang jaga gudang ikut semua. 3 Jam perjalanan dari jakarta sudah sampai ke lokasi. Cukup indah memang panorama pesisir yang ditawarkan di sana. Selain itu cukup banyak fasilitas bermain yang ditawarkan. Saya sendiri bisa berenang berlama-lama, main bola dan voli bareng pak direktur da pembimbing, juga  merasakan Banana Boat 5 kali. Pokoknya puas lah dua hari satu malam di sana…. 😛

Yah… sekali lagi keinginan merasakan suasana baru terpenuhi. Semester ini enaknya ke mana lagi yah:D. Sebenarnya akhir-akhir ini timbul dalam bemak saya untuk bisa merasakan Rafting dan paralayang. Untuk yang pertama, kata seorang teman, di Sukabumi ada tempat yang cocok untuk itu. Sedang yang ke dua rasanya saya  nabung dulu.  Katanya  budgetnya gede sih…

Semoga bisa terwujud, mumpung belum menggarap tugas akhir. hehe….

Older Posts »

Categories