Dalam rangka memperingati usia peraknya di kampus Ganesha, UKM loedhroek mengadakan serangkaian acara mulai dari pagi sampai malam hari minggu kemarin. Pagi hari sampai sore ada festival kuliner Jawa Timur di sekitar gerbang utama. Berlokasi di dekat Aula Timur, beberapa stand yang menyediakan aneka kuliner khas Jawa Timur disajikan mulai dari Rujak Cingur, Pecel, Rawon, Tahu Campur, Tahu Thek, dan lain – lain. Tahu ada acara seperti itu pagi harinya saya sengaja tidak makan dulu di kos, berharap bisa mengembat banyak macam makanan di sana. Soalnya saya kira itu semua akan disajikan secara cuma-cuma, alias gratisan. hehe… lha ternyata koq bayar??? Yah.. apa boleh buat, akhirnya saya harus rela mengeluarkan duit dari kantong sendiri. Saat itu saya sebenarnya ingin memesan tahu campur, tapi si mbak pejual koq lama banget melayaninya. Mana ada yang habis lagi. Akhirnya saya memesan rawon yang membuatnya lebih cepat, nggak perlu ngiris macem-macem.
Meski agak mahalan, cukup senang juga bisa merasakan hidangan dari kampung halaman. Lha kalo bukan saat itu, kapan lagi? untuk satu piring rawon yang saya pesan itu, harganya 9ribu perak. Mahal’kah? ya jelas lah. Padahal kalo emak membelikan untuk saya bila lagi pulkam cuma 3ribu, itu pun dengan porsi yang lebih banyak dengan yang tadi (weleh-weleh… kalo pengen murah ya beli di rumah sono!!! pulang dulu naik kereta… :D). Agendanya festival ini berakhir jam empat sore. Tapi saya tidak mengikutinya hingga habis. Soalnya selain kuliner kayaknya tidak ada lagi yang menarik menurut saya. Hanya di bagian awal saja saya menyaksikan atraksi kesenian dari madura dan disertai dengan tarian yang namanya apa saya juga tidak tahu (huuu… payah).
Habis maghrib.
kayaknya ini yang paling seru. Sebagai acara pamungkas, ada maen gedhe a.k.a pertunjukan Ludruk di Sabuga. Kalo acara ini sebenarnya cukup sering diadakan di kampus. Cuma untuk kali ini agak lain dari biasanya. Kalo biasanya diadakan di Aula dan cukup membayar 2ribu-an, kali ini acara diselenggarakan di Sabuga dengan tiket seharga 4900. Kalau biasanya yang main anak-anak situ sendiri, waktu itu yang jadi pemera adalah para alumni yang sebagian adalah perintis unit itu sendiri di kampus. Wew…
Rupanya yang ingin menyaksikan acara ini sangat banyak. Buktinya pukul 19 saya sampai di sana, tempat duduk utama sudah penuh hingga akhirnya saya mengambil tempat gelaran bersama teman-teman sejurusan yang pada ikutan nonton juga.
Dibuka oleh bapak rektor, acara dimulai dengan penampilan dari anak-anak Loedhroek sendiri. Yang ini tidak begitu lama. Cerita yang dibawakan semacam parodi kampanye partai menjelang pemilu. Wong namanya saja lawak, pastinya yang dikampanyekan juga nggak serius. Banyak plesetan di sana-sini. Cuma yang bikin saya tertawa, karena benar-benar kreatif (menurut saya) adalah peran orang madura yang memperkenalkan Partai Karapan Sapi. Lucu abis dah, kalo liat logo yang diperlihatkan. Hihi…. Meskipun saya tetap berprasangka baik pada mereka bahwa semua itu tidak ada nilai penghinaan sama sekali bagi pihak yang bersangkutan. Hihi….
Habis itu baru cerita utama. Ini yang main para alumni. Bercerita tentang konsep negara republik yang dianut negeri ini. Meski dikemas dalam hiburan humor, namun ludruk biasa membawakan kontain yang cukup berbobot. Pesan yang disampaikan kadang cukup berisi, seperti tadi malam. Yang saya tangkap dari cerita yang dibawakan itu, ternyata bentuk Republik yang dianut oleh negara kita sebenarnya tidak lepas dari campur tangan pemerintah kolonial Belanda.
Dulu, saat menjajah negeri ini, Belanda membentuk VOC yang bertujuan untuk memonopoli perdagangan. Nah, VOC sendiri dipimpin oleh seorang gubernur jenderal. Si Gubernur Jenderal tersebut tidak menjabat untuk kurun waktu yang lama, hanya 5 tahun. Artinya, setelah 5 tahun berkuasa, sang gubernur jenderal akan dicopot dan diganti oleh yang baru. Tujuan hal tersebut tidak lain adalah agar si gubernur jenderal tidak bisa (tidak sempat) membangun suatu kekuasaan yang benar-benar kuat karena masa jabatan yang singkat tersebut.
Nah, hal itu lah yang coba pemerintah Belanda cekokkan pada nusantara. Dengan menganut bentuk republik, salah satu konsekuensinya adalah tiap 5 tahun sang kepala negara sudah harus lengser. Akibat dari sistem ini, seperti yang diceritakan dalam pertunjukan tersebut, adalah pemimpin di negara republik tidak akan bisa membangun kekuasaan yang benar-benar kuat. Kecuali bila mereka dapat mempertahankan kekuasaannya untuk waktu yang cukup lama, sebagaimana yang telah terjadi selama tiga puluh dua tahun di negeri ini.
Kayaknya kalau diceritakan mendetail akan butuh waktu lama sekali deh. Lagian saat itu saya juga sempat tertidur sehingga ketinggalan beberapa bagian cerita. Hihi….
Endingnya, habis acara tersebut kami teman-teman sejurusan berpoto ria di selasar gedung. Biar ada kenang-kenangannya gitu…..
– salah satu bagian cerita –
– usai pertunjukan di selasar Sabuga –
Kata mereka